Alasan Mengapa Ojek Online Masih Tak Berpayung Hukum

Cucu Mulyana, Direktur Angkutan dan Multi Moda Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemhub), mengatakan bahwa pemerintah akan berhati-hati dalam membuatkan aturan mengenai penggunaan motor sebagai sarana transportasi.



"Kita sedang berbenah terus. Capaian untuk kendaraan umum masih sangat kurang, maka ada ojek. Walaupun ojek ini belum ada di undang-undang, Pemda sebenarnya bisa mengatur mereka dengan duduk bersama untuk disepakati. Ojek harus ada kajian akademis untuk ada di revisi UU," terang Cucu saat ditemui pada Rabu (26/10).



Sementara itu, Ketua Jakarta Transportation Watch (JTW) Andy Sinaga mengkritisi bahwa aturan tersebut diperlukan untuk mencegah aksi-aksi kriminalitas dan perlindungan terhadap konsumen pemakai jasa transportasi berbasis aplikasi. Sementara itu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang mengatur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ) dianggap sudah tidak relevan karena tak mengatur tentang penggunaan motor dan bajaj sebagai sarana transportasi umum.



Berbagai pro dan kontra disuarakan masyarakat terkait dengan rumusan Rancangan Peraturan Menteri 26 Tahun 2017. Dalam rumusan tersebut, Kemenhub hanya mengatur soal taksi online. Ojek online masih tak terpayungi aturan lantaran tak masuk kategori kendaraan umum.

Peraturan lemah

Meski sudah mengajukan rumusan revisi Permen no. 26, Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) menilai kekuatan hukum dari peraturan tersebut masih terlalu lemah. PPAD meminta pemerintah segera merivisi UU LAJ dengan memasukkan aturan mengenai transportasi online. Tujuannya untuk memperkuat posisi hukum aturan tersebut.



Ketika ditanyai awak media, Menteri Perhubungan Budi Karya menyatakan bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk memperkuat aturan transportasi online lebih dari sekedar Peraturan Menteri. Namun untuk sementara, pihaknya perlu mengimplementasikan dahulu RPM 26 Tahun 2017.

"Sementara Peraturan Menteri ya. Kalau pun undang-undang, kita akan memperbaiki dalam UU transportasi yang lebih luas," kata Budi pada CNNIndonesia.com, Rabu (26/10).

Saat ditanyai lebih spesifik mengenai UU 22 Tahun 2009, Budi menjawab bahwa revisi belum diajukan ke DPR RI. Padahal menurut catatan CNNIndonesia.com, Jakarta Transportation Watch (JTW) sudah meminta revisi UU tersebut sejak 2015 silam.

Sebelumnya, PM 26 Tahun 2017 sempat diresmikan pada April 2017. Sayangnya, Mahkamah Agung menolak 14 poin dalam aturan tersebut pada Juli 2017.



Sumber : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20171027105445-384-251528/alasan-mengapa-ojek-online-masih-tak-berpayung-hukum/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.